Dicintai, atau Mencintai?

Diantara seluruh ketakutan dan kecemasan ku, hal terbesar yang mengganjal adalah merasa tidak dicintai.
Aku selalu menduga2 apakah aku diharapkan atau tidak, apakah aku pantas mendapatkan sesuatu atau tidak, bahkan terkadang aku merenung apakah aku pantas dihargai atau tidak.

Seiring dengan berjalannya waktu pemahaman yang terbentuk pada diriku adalah bahwa aku akan selalu menjadi orang nomer sekian. Urutan yang tidak diperhitungkan.
Keberadaanku dalam satu2nya lingkaran yg aku miliki tidaklah berarti. Meruntuhkan kepercayaan diriku, sehingga aku harus banyak2 membentuk opini kpd diriku sendiri bahwa aku juga berhak merasa dicintai dan dibutuhkan, agar aku dapat bertahan dalam kehidupan sosial. Aku begitu rapuh, tapi aku tau dunia tidak akan peduli. 

Kemudian saat aku akan melangkah pada sebuah lingkaran baru, sebuah lingkaran yang lebih kecil dimana aku akan memulai semuanya dari nol,
Dimana aku akan memikul tanggung jawab lebih dan akan menjadi poros pada lingkaran itu,
Aku menjadi sangat takut.
Aku sangat takut saat aku sepenuhnya akan bergantung kepada orang lain dan tetap merasa tidak dicintai dan tidak berarti.
Aku takut posisi ku sebagai poros tidaklah kuat dan dapat digantikan oleh orang lain sewaktu2 karena aku sangat lemah dan tidak punya daya untuk berbuat apa2.
Aku benci terus-menerus merasa khawatir dan sadar bahwa kekhawatiran ku tidak berarti apa2 bagi dunia. 

Pada titik tertentu aku bahkan merasa tidak pantas dicintai. Aku merasa sangat hina bahkan orang dalam lingkaranku tidak bergeming dengan beban2 yang ingin aku bagi.
Aku merasa kerdil, sampai rasanya aku akan menghilang bersama angin dan tidak ada satupun yang akan sadar dan mempedulikan hal itu.

Bagaimana rasanya dicintai?
Bagaimana rasanya dirindukan kehadirannya?
Bagaimana rasanya menjadi seseorang yang berarti?
Hal ini terus-menerus berputar dalam pikiranku dan membuatku kesal karena membuatku semakin berharap.
Aku menjadi egois karena melimpahkan harapan besar ini pada lingkaran kecil baru yang akan aku masuki.
Aku menjadi sensitif dan bingung mau menyalahkan siapa.
Apa aku akan terus menyalahkan diriku seumur hidup ataukah aku juga boleh sedikit menyalahkan orang lain? 

Aku merasa menjadi orang jahat dan takut melangkah maju. 
Aku takut gagal dan akan selamanya menyalahkan hidupku.
Ironisnya disaat yang sama aku ingin keluar dari lingkaran ini dan berharap sangat dicintai pada lingkaran baru itu.
Sebuah harapan yang terlalu beresiko menurutku.

Bolehkah aku mencobanya?
Bolehkah aku berharap padanya?

Komentar

Postingan Populer