Fitnah atau Fakta?
Aku sering pernah memakan bangkai saudaraku sendiri.
Iya, aku suka menggosip.
Yang mana, menurutku itu bukan bukan menggosip.
Karena benar terjadi. Karena yang aku ceritakan memang benar adanya dan bukan sesuatu yg dibuat-buat atau fitnah.
Misalnya, aku bercerita tentang pengalamanku bersama si A yang sangat menyebalkan karena dia cerewet. Atau si B, karena dia pelit, atau si C karena dia suka nyinyir.
Tapi itu memang terjadi dan aku bercerita apa adanya,
Kalau begini, Fitnah atau Fakta?
Lalu tersebutlah satu orang, yang menurutku sepak terjangnya paling lama dan paling sering aku gosipkan, sebut saja si Znama samaran.
Aku paling sering membicarakan soal dia. Karena aku selalu merasa terdzalimi oleh dia.
Aku juga nggak paham, kenapa sifat kami begitu bertolak belakang.
Entah karena sifat kami yg bertolak belakang atau sebenarnya akulah yang terlampu benci sama dia.
Hmm, mungkin agak kasar kalau bilang benci ya.Mungkin Aku nggak benci sama dia, aku hanya nggak suka dengan cara dia bersikap.
Negative thinking
Mungkin ini yg pertama akan aku deskripsikan. Semua hal selalu dinilai secara negatif, dan berdampak pada hampir semua hal yang aku lakukan bernilai salah dimatanya.
Suka Nyinyir
Mungkin kalau ini pribadi aku yg nggak suka. Pilihannya, entah terlalu banyak orang yg tidak dia sukai sehingga waktunya sebagian besar dihabiskan untuk nyinyir, atau dia dengki dengan apapun kegiatan orang lain. Well, aku juga suka nyinyir, jujur aja. Tapi seingat-ingatku lagi, aku nggak akan nyinyir orang sembarangan dan hanya kalau orang itu telah berbuat sesuatu yang menurutku nggak baik.
Tapi orang ini? Hampir setiap kali aku bersamanya, dia lagi nyinyirin orang lain.
Geraaah shaayy dengarnya
Banyak Omong.
Nah yg ini, hiperbola banger orangnya, coy.
Apa-apa semuanya lebeh. Digede-gedein urusannya.
Masalah receh jadi besar banget.
Kasar.
Baik sikap dan tutur katanya, kasar.
Orang salah napas aja bisa kena maki.
Apa-apa bawannya ngancam, maki-maki orang lain. Nggak juga ngasih solusi, cuma bisa memperkerus suasana.
Aduh banyak deh, makin banyak lah nih dosaku kalau semua disebutin satu-satu disini.
Sampai suatu hari, kami bertukar pikiran. Bicara dari hati.
Dia jelaskan kenapa dia begini, kenapa dia begitu.
Inti dari semua permasalahannya adalah, dia sakit. Dia rapuh.
Lalu dia menutupi semua kekurangannya dengan begitu.
Dia nggak mau orang lain tau dan menyepelekan dia, jd menurutnya lebih baik dia yg menyepelekan orang lain.
Anehnya, dia sama sekali nggak merasa pernah dzalim kepada siapapun, atau menyepelekan siapapun. Menurutnya, jalan yg dia lewati adalah jalan paling lurus dan semua prasangka ku terhadapnya tidak benar.
Ya, kalau dengar dari versinya sih, memang benar. Ada alasan kenapa dia begini, kenapa dia begitu.
Lalu aku berpikir kembali, apakah setelah dia membicarakan semua ini, perlakuannya selama ini berubah?
Jawabannya tidak. Dia yakin dengan apa yg dilakukannya benar, sebagaimana aku yakin sebagian besar yg dilakukannya salah.
Lalu, kalau sudah begini, mana yang Fitnah atau Fakta?
Iya, aku suka menggosip.
Yang mana, menurutku itu bukan bukan menggosip.
Karena benar terjadi. Karena yang aku ceritakan memang benar adanya dan bukan sesuatu yg dibuat-buat atau fitnah.
Misalnya, aku bercerita tentang pengalamanku bersama si A yang sangat menyebalkan karena dia cerewet. Atau si B, karena dia pelit, atau si C karena dia suka nyinyir.
Tapi itu memang terjadi dan aku bercerita apa adanya,
Kalau begini, Fitnah atau Fakta?
Lalu tersebutlah satu orang, yang menurutku sepak terjangnya paling lama dan paling sering aku gosipkan, sebut saja si Z
Aku paling sering membicarakan soal dia. Karena aku selalu merasa terdzalimi oleh dia.
Aku juga nggak paham, kenapa sifat kami begitu bertolak belakang.
Entah karena sifat kami yg bertolak belakang atau sebenarnya akulah yang terlampu benci sama dia.
Hmm, mungkin agak kasar kalau bilang benci ya.
Negative thinking
Mungkin ini yg pertama akan aku deskripsikan. Semua hal selalu dinilai secara negatif, dan berdampak pada hampir semua hal yang aku lakukan bernilai salah dimatanya.
Suka Nyinyir
Mungkin kalau ini pribadi aku yg nggak suka. Pilihannya, entah terlalu banyak orang yg tidak dia sukai sehingga waktunya sebagian besar dihabiskan untuk nyinyir, atau dia dengki dengan apapun kegiatan orang lain. Well, aku juga suka nyinyir, jujur aja. Tapi seingat-ingatku lagi, aku nggak akan nyinyir orang sembarangan dan hanya kalau orang itu telah berbuat sesuatu yang menurutku nggak baik.
Tapi orang ini? Hampir setiap kali aku bersamanya, dia lagi nyinyirin orang lain.
Geraaah shaayy dengarnya
Banyak Omong.
Nah yg ini, hiperbola banger orangnya, coy.
Apa-apa semuanya lebeh. Digede-gedein urusannya.
Masalah receh jadi besar banget.
Kasar.
Baik sikap dan tutur katanya, kasar.
Orang salah napas aja bisa kena maki.
Apa-apa bawannya ngancam, maki-maki orang lain. Nggak juga ngasih solusi, cuma bisa memperkerus suasana.
Aduh banyak deh, makin banyak lah nih dosaku kalau semua disebutin satu-satu disini.
Sampai suatu hari, kami bertukar pikiran. Bicara dari hati.
Dia jelaskan kenapa dia begini, kenapa dia begitu.
Inti dari semua permasalahannya adalah, dia sakit. Dia rapuh.
Lalu dia menutupi semua kekurangannya dengan begitu.
Dia nggak mau orang lain tau dan menyepelekan dia, jd menurutnya lebih baik dia yg menyepelekan orang lain.
Anehnya, dia sama sekali nggak merasa pernah dzalim kepada siapapun, atau menyepelekan siapapun. Menurutnya, jalan yg dia lewati adalah jalan paling lurus dan semua prasangka ku terhadapnya tidak benar.
Ya, kalau dengar dari versinya sih, memang benar. Ada alasan kenapa dia begini, kenapa dia begitu.
Lalu aku berpikir kembali, apakah setelah dia membicarakan semua ini, perlakuannya selama ini berubah?
Jawabannya tidak. Dia yakin dengan apa yg dilakukannya benar, sebagaimana aku yakin sebagian besar yg dilakukannya salah.
Lalu, kalau sudah begini, mana yang Fitnah atau Fakta?
Komentar
Posting Komentar