2018
Hai.
Rasanya udah lama ya nggak mampir kesini, hahaha.
maafkan. terlena dengan tugas dan tanggung jawab baru, sampe lupa bahwa membahagiakan diri sendiri itu sangat penting untuk keberlangsungan hidup
Btw udah akhir desember aja ineeehh ga kerasa banget ya Allah perasaan kemarin baru tahun baru gelap-gelapan karena abis banjir.
Tadinya aku mau bercerita tentang hal-hal yg sudah aku lalui sepanjang tahun ini, tapi karena aku adalah pengingat yang sangat buruk, jadi mungkin aku akan bercerita tentang apa yang aku rasakan sekarang aja biar masih inget ya *ngomong sama diri sendiri
Menikah.
Iyes, menikah ada momen terbesar yang terjadi di tahun ini. yang awalnya mencari pelarian gimana caranya biar bisa keluar dari rumah, berjudi dengan hidup sendiri dengan pilihan lanjut S2 atau menikah saja. Yes, I know permulaannya salah. Bukan berarti selanjutnya jadi benar kan? *lohhhh 😅
hahahaha, canda.
lanjut
Alhamdulillah ternyata aku dikasih kesempatan untuk menikah tahun ini, Allah emg tau banget kemampuan aku belum cukup untuk lanjut pendidikan 😅
Lalu dimulailah 'fase baru'dalam hidupku.
tentang belajar memahami karakter orang lain, menerima kebiasaannya,menyamakan persepsi, aduh banyak banget dan nggak jarang kita stuck dan ujungnya berantem.
Aku jujur menganggap ini hal yg sangat normal, dan bagian dari masa belajar. bagian dan pembangunan pondasi rumah yg kuat.
Aku sadar aku bukan seseorang yang bisa diandalkan dalam setiap hal, dan aku cenderung bergantung pada seseorang dalam hidup aku.
Belakangan ini aku kecewa pada diriku sendiri, karena aku menggantungkan harapan yang terlampau besar kpd org lain. Yes, my fault.
Aku salah karena menganggap 'seseorang' adalah segalanya buatku, tapi bagi dia aku sebatas 'salah satu materi yg ada dalam hidupku'
Rasanya aku mau menghabiskan 24 jam dengan dia, berbagi keluh kesah bersama, menemukan kebahagiaan bersama, mencari kecocokan kita bersama, pokoknya menghadapi semuanya sama2.
Tapi aku salah, aku salaaaaah besaarrrr.
Karena dia mau membagi waktunya sama rata dengan seluruh materi dalam hidupnya. tertawa bersama semua teman-temannya, bahagia bersama semua orang, dan mungkin berbagi isi hatinya dengan orang yg lebih dia percaya. tapi bukan aku.
Lalu aku cemburu, aku kesal sama diriku sendiri. Kenapa aku nggak bisa ada di posisi mereka? Kenapa tawanya begitu pecah dengan mereka? Kenapa dia lebih tertarik membahas banyak hal dengan orang lain?
lalu aku ini apa? kenapa aku tidak mumpuni untuk dibagikan banyak hal dalam hidupnya?
Yes. itu adalah pikiran-pikiran negatif yang sebisa mungkin aku tangkal tapi nggak jarang justru jadi boomerang untuk diriku sendiri.
Parahnya, aku mulai menyalahkan diri sendiri. Kali ini persoalan anak.
Yes, karena sudah menikah 8 bulan dan aku masih belum hamil, sementara omongan orang-orang disekitarku udah mulai 'pedes'
mungkin aku mulai stres, Overthinking dan blablabla.
aku nggak tau pada titik mana seseorang bisa dikatakan memiliki stres.
tapi dari sekian artikel dan grup diskusi yg aku baca, saat kita mulai merasa tertekan dan banyak pikiran, sebaikanya jangan dipendam sendiri. ceritakan, cari jalan keluarnya bersama.
Pertanyaannya, bersama siapa?
Kalau orang yg kita percayai untuk bercerita justru merespon, 'ah lebay lah. gitu aja'
kan jleb ya rasanya. jadi merasa lemaaah sekali. gitu aja goyang.
ya tapikan daya tahan orang berbeda. gimana?
Dan puncaknya, 2 hari lalu.
Aduh maaf, aku ga sanggup cerita. Segini aja dulu kalo sempat (kuat) lain kali aku lanjut :’)
Rasanya udah lama ya nggak mampir kesini, hahaha.
maafkan. terlena dengan tugas dan tanggung jawab baru, sampe lupa bahwa membahagiakan diri sendiri itu sangat penting untuk keberlangsungan hidup
Btw udah akhir desember aja ineeehh ga kerasa banget ya Allah perasaan kemarin baru tahun baru gelap-gelapan karena abis banjir.
Tadinya aku mau bercerita tentang hal-hal yg sudah aku lalui sepanjang tahun ini, tapi karena aku adalah pengingat yang sangat buruk, jadi mungkin aku akan bercerita tentang apa yang aku rasakan sekarang aja biar masih inget ya *ngomong sama diri sendiri
Menikah.
Iyes, menikah ada momen terbesar yang terjadi di tahun ini. yang awalnya mencari pelarian gimana caranya biar bisa keluar dari rumah, berjudi dengan hidup sendiri dengan pilihan lanjut S2 atau menikah saja. Yes, I know permulaannya salah. Bukan berarti selanjutnya jadi benar kan? *lohhhh 😅
hahahaha, canda.
lanjut
Alhamdulillah ternyata aku dikasih kesempatan untuk menikah tahun ini, Allah emg tau banget kemampuan aku belum cukup untuk lanjut pendidikan 😅
Lalu dimulailah 'fase baru'dalam hidupku.
tentang belajar memahami karakter orang lain, menerima kebiasaannya,menyamakan persepsi, aduh banyak banget dan nggak jarang kita stuck dan ujungnya berantem.
Aku jujur menganggap ini hal yg sangat normal, dan bagian dari masa belajar. bagian dan pembangunan pondasi rumah yg kuat.
Aku sadar aku bukan seseorang yang bisa diandalkan dalam setiap hal, dan aku cenderung bergantung pada seseorang dalam hidup aku.
Belakangan ini aku kecewa pada diriku sendiri, karena aku menggantungkan harapan yang terlampau besar kpd org lain. Yes, my fault.
Aku salah karena menganggap 'seseorang' adalah segalanya buatku, tapi bagi dia aku sebatas 'salah satu materi yg ada dalam hidupku'
Rasanya aku mau menghabiskan 24 jam dengan dia, berbagi keluh kesah bersama, menemukan kebahagiaan bersama, mencari kecocokan kita bersama, pokoknya menghadapi semuanya sama2.
Tapi aku salah, aku salaaaaah besaarrrr.
Karena dia mau membagi waktunya sama rata dengan seluruh materi dalam hidupnya. tertawa bersama semua teman-temannya, bahagia bersama semua orang, dan mungkin berbagi isi hatinya dengan orang yg lebih dia percaya. tapi bukan aku.
Lalu aku cemburu, aku kesal sama diriku sendiri. Kenapa aku nggak bisa ada di posisi mereka? Kenapa tawanya begitu pecah dengan mereka? Kenapa dia lebih tertarik membahas banyak hal dengan orang lain?
lalu aku ini apa? kenapa aku tidak mumpuni untuk dibagikan banyak hal dalam hidupnya?
Yes. itu adalah pikiran-pikiran negatif yang sebisa mungkin aku tangkal tapi nggak jarang justru jadi boomerang untuk diriku sendiri.
Parahnya, aku mulai menyalahkan diri sendiri. Kali ini persoalan anak.
Yes, karena sudah menikah 8 bulan dan aku masih belum hamil, sementara omongan orang-orang disekitarku udah mulai 'pedes'
mungkin aku mulai stres, Overthinking dan blablabla.
aku nggak tau pada titik mana seseorang bisa dikatakan memiliki stres.
tapi dari sekian artikel dan grup diskusi yg aku baca, saat kita mulai merasa tertekan dan banyak pikiran, sebaikanya jangan dipendam sendiri. ceritakan, cari jalan keluarnya bersama.
Pertanyaannya, bersama siapa?
Kalau orang yg kita percayai untuk bercerita justru merespon, 'ah lebay lah. gitu aja'
kan jleb ya rasanya. jadi merasa lemaaah sekali. gitu aja goyang.
ya tapikan daya tahan orang berbeda. gimana?
Dan puncaknya, 2 hari lalu.
Aduh maaf, aku ga sanggup cerita. Segini aja dulu kalo sempat (kuat) lain kali aku lanjut :’)
Komentar
Posting Komentar