SESUATU YANG BARU
Hi.
Seperti biasa, laman ini akan terupdate saat sesuatu terjadi 😁✌
Semua ini karena apa? Tentu saja karena aku tidak punya seseorang untuk bercerita. Teruntuk kamu yang membaca tulisan ini dan bertanya, lalu apa artinya kamu dalam hidupku? Kamu sangat berarti. Hanya saja perasaan yang berkecamuk dalam hatiku ini terlalu besar dibanding apa yg mulutku coba ceritakan, dan logikamu yg sempurna itu tidak betul-betul menganggap semua ini terlalu berarti. Jadi biarkanlah, biarkan aku sedikit menumpahkan semuanya disini, dengan sedikit untaian kata yang bisa aku ungkapkan.
Aku ini penakut. Ketakutanku ini sudah dipupuk dengan baik dari aku kecil. Aku tidak pandai menyuarakan pendapatku, karena aku terbiasa dibungkam. Aku terbiasa menerima apapun keputusan orang lain. Aku yang sekarang adalah aku yang sebisa mungkin tidak akan menolak permintaan orang lain karena aku terbiasa seperti itu. Aku akan sebisaku, menjaga perasaan orang lain karena aku tumbuh besar dengan hal-hal yang seperti itu. Aku pikir kalau aku tidak memenuhi ekspektasi mereka maka aku akan dibuang dan dilupakan. Serendah itulah harga diriku dulu.
Lalu semuanya mulai membaik. Semuanya perlahan berubah saat kita bersama. Aku belajar bagaimana rasanya dicintai, bagaimana rasanya dihargai, Sampai pada titik aku bertanya pada diriku sendiri, apa aku pantas menerima semua ini? Lalu kulihat-lihat lagi cerita yg sudah teruntai ke belakang, mungkin semua ini karena kepahitan-kepahitan yang terjadi dan pelajaran-pelajaran berharga yang bisa kupetik. Harga diriku mulai tumbuh dengan subur, membuat emosiku mulai stabil. Aku pikir aku tidak perlu lagi memenuhi ekspektasi siapa-siapa karena aku tau ada seseorang yang mencintaiku apa adanya dengan semua kurang dan lebih yang aku punya.
Wah. Indah sekali kalimat diatas, wkwkwk.
Semuanya lengkap, sempurna dengan kehadiran malaikat kecil yang aku mohon sungguh-sungguh dalam setiap sujudku. Ah, maaf. Tentu saja bukan hanya aku. Kita. Kita berdua memohon dengan sungguh-sungguh. Aku merasa penuh. Aku tidak butuh apa-apa lagi karena semuanya sudah terisi. Aku menerima setiap perubahan pada diriku dengan kehadirannya. Aku menikmati setiap proses jatuh bangunnya dengan penuh kebahagiaan.
Tapi itulah manusia. Mungkin mulutku memang tidak pernah berhenti mengucap syukur, tapi hatiku justru merasa sombong. Aku lupa bahwa hidup itu penuh dengan naik dan turun, dan keadaan bisa berubah tanpa bisa kita cegah. Aku pikir sudah cukup sujudku memohon, aku tinggal menerima apa yg sudah ada.
Lalu apa yang terjadi? Yhaaa tentu saja aku ditampar. Aku diuji dengan hati. Sesuatu yang tidak ada seorang manusia pun bisa mengendalikannya. Ujianku kali ini adalah orang yang mengobatiku itu sendiri. Orang yang kupercaya sepenuh hati, orang yang memupuk subur kebahagiaan dalam hidupku.
Menghancurkan kembali harga diriku, merobek kembali luka yang dulu sudah kering. Membuat luka itu kembali menganga, kali ini justru lebih besar.
Membuatku mempertanyakan diriku sendiri, apa yang salah? apa yang kurang? apa kebahagiaan yg kurasakan ini tidak terasa juga olehmu? apa yg membuat kamu tega melakukan ini semua? Kalau katanya Bernadya di lagu Apa Mungkin, "dimana letak yang tak kau suka?"
Aku mulai hancur. Aku mencari tau semua yang tertinggal. Dari mana awalnya? Apa penyebabnya? Tapi sejauh apapun aku mencari, hanya keputusasaan yang aku dapatkan. Aku justru merasa semakin hancur. Amarah ini seperti kayu bakar yang disiram bensin siang dan malam, bukannya semakin padam justru semakin membara apinya.
Aku seperti orang gila. Secara tidak sadar aku bersaing dengan sosok orang lain. Sosok perempuan, yang tidak ada apa-apanya. Hanya perempuan murahan. Aku tau aku seperti orang bodoh, tapi namanya perempuan yang terluka perasaannya, tidak ada logika yang bisa aku cerna sedikitpun. Aku sampai pada titik keputusaasaan dimana aku ingin mengakhiri saja hidupku ini. Rasanya sudah terlalu hancur. Semua tahun yang terlewat rasanya adalah omong kosong yang ditutupi dengan sempurna. Semuanya menjadi hitam.
Tapi disitulah.
Disitulah tamparan yang sesungguhnya aku rasakan. Tamparan ini memang ditujukan untukku. Karena aku lalai. Karena aku mulai lupa rasanya bersujud memohon dengan sungguh-sungguh. Aku sombong pada sang Pencipta.
Maka aku ulang semuanya dari awal. Aku mohon ditunjukkan semua yang disembunyikan, aku mohon dikuatkan hatiku, aku mohon dibimbing jalanku.
Dan benarlah. Tidak butuh waktu lama. Allah tunjukkan (mungkin hampir) semua yg terlewatkan. (mungkin hampir) Semua rahasia yang ditutup rapat. Pengkhianatan yang berulang.
Aku pikir aku sudah tersungkur jatuh sedalam ini, sejauh mana lagi aku bisa hancur? Jadi aku hancurkan hatiku sehancurnya, aku rayakan patah hati ini dengan meriah. Aku nikmati setiap air mata yang jatuh.
Tapi.
Kalau aku tidak ditampar seperti ini, mungkin yang akan terjadi adalah aku ditabrak dengan kencang tanpa sempat sadar dosa-dosa hidupku yang semakin menumpuk. Aku mulai belajar menerima bahwa setiap manusia adalah ujian bagi manusia lainnya. Sebagaimana aku adalah ujian untuk orang lain, maka ada juga beberapa orang yang Allah hadirkan dalam hidupku untuk menjadi ujian. Aku cukup terima dulu sampai disini tanpa perlu bertanya-tanya apa alasannya. Aku percaya hati manusia adalah kuasa Allah, jadi aku minta saja pada Sang Empunya. Kalau hati mereka sudah bukan untukku, aku minta agar hatiku yang dikuatkan untuk menerima ketetapan yang sudah ada. Kalau kata Allah di Surat Al-baqarah ayat 216, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu,padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, pdahal ia amat buruk bagaimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." Bahwa manusia terkadang tertimpa oleh takdir yang menyakitkan dan mungkin saja ia tidak sabar, atau ia dihinggapi oleh kesedihan lalu ia mengira bahwa takdir tersebut adalah pukulan yang bisa memusnahkan harapan hidupnya, padahal ternyata lewat takdir tersebutlah ia mendapatkan kebaikan dari arah yang tidak ketahui. Jadi aku cukup fokus pada pahala sabar yang Allah janjikan kalau aku mau menerima semua cerita ini.
Apa aku sudah sabar? Tentu saja belum. Jatuh bangun kurawat hatiku setiap hari, dengan berbagai pikiran buruk dan trauma yang menggoda. Tapi Allah sayang sama aku. Kebaikan dari arah yang tidak diketahui itu adalah kami sama-sama mau berbenah diri. Memaafkan satu sama lain, dan mau memupuk kembali kebahagiaan kami. Kami gantungkan kembali harapan kami pada Tuhan dan berserah diri.
Apa ini sudah menjadi jaminan bahwa semuanya akan baik-baik saja? Tentu saja tidak. Selama nafas masih ada, ujian itu tidak akan pernah habis. Dia akan datang dalam berbagai wujud dan rupa.
Kita tidak tau apa yang akan terjadi besok lusa, tapi kita sudah berusaha yang terbaik saat ini. Mengupayakan semampu kita, mendoakan yang terbaik yang kita bisa. Sehingga besok lusa kita bisa dengan bangga mengucap, "Qadarullah, sudah begini ketetapan Allah" dengan hati yang ikhlas.
Apakah semudah itu? Yhaaa tentu saja tidak ferguso. Pasti akan sangat berat, tapi lebih berat lagi kalau kita hanya diam pasrah tanpa melakukan apa-apa dan tidak melibatkan Allah pada setiap langkah kita. Penyesalan itu harga yang terlalu mahal, aku tidak sanggup membayarnya.
Jadi apa aku sudah sampai pada acceptance?
Kadang iya, kadang aku jatuh lagi ke bargaining, bahkan terjun bebas ke anger dan denial.
Tapi aku yang sekarang adalah aku yang menerima bahwa semua itu proses. Proses inilah yang akan membentukku menjadi aku di masa depan, yang semoga saja adalah versi yang jauh lebih baik dari versi yang sekarang. Aku punya tanggung jawab yang lebih besar, malaikat kecilku berhak atas aku yang stabil dan bahagia. Dia berhak atas kebaikan dalam hidup yang aku janjikan dalam sujudku.
Titipan terindah dari Allah yang harus ku hantarkan dengan baik kepada dunia ini.
Komentar
Posting Komentar